Latest Post

Thursday, 11 January 2018

Benarkah Mitrajual Online Itu Penipu

Berita Mitrajual penipu

Berita Mitrajual Setahun lalu, saya kena tipu waktu belanja perlengkapan bayi di salah satu situs belanja online. Agak panjang ceritanya kenapa saya sampai tertipu. Lain waktu saya ceritakan sekalian dengan tips mengenali gelagat buruk saat belanja online (InsyaAllah). Khusus untuk tulisan saya kali ini, saya akan sharing tentang bagaimana melaporkan penipuan online, yang dalam kasus saya, Alhamdulillah uang bisa kembali.
Nominal kerugian saya sebenarnya tidak terlalu banyak, Rp 650.000 (kayaknya banyak juga ya :) ). Nominal ini untuk dua jenis barang dalam dua kali transaksi. Saya mulai merasa ada yang salah ketika tanya resi, lama dijawab. Lalu didelcon dari BBM. Masih mencoba berprasangka baik. Tapi barang tidak juga datang. Setelah menunggu sekitar seminggu, lalu dua minggu, fix saya tertipu.

Sempat trauma untuk intip-intip situs belanja lagi. Namun karena barang yang saya cari belum dapat, dan saya butuh, maka hunting lagi deh. Hehehe. Nah, pas lagi cari-cari, ada barang murah yang ditawarkan. Iseng saya hubungi nomor yang tertera, ternyata terhubung dengan salah satu  nomor si penipu. Huff, kekesalan yang sempat mereda mencuat lagi. Kali itu saya merasa tidak bisa tinggal diam.

Langsung tanya-tanya Mbah Gugel bagaimana 'menghentikan' aksi penipuan online semacam itu. Dari beberapa referensi yang saya baca, pertama, lapor polisi. Lalu, dengan bekal surat kepolisian, melapor ke bank di mana pelaku membuka rekening agar rekening yang bersangkutan diblokir. Tujuannya, agar pelaku tidak menggunakan lagi rekeningnya untuk menerima uang hasil penipuan. Dan kalau kita beruntung, pihak bank bisa melakukan mutasi dari rekening pelaku ke rekening kita sesuai jumlah nominal kerugian. Untuk yang ini bergantung apakah saldo pelaku masih masih ada.
Lalu berbekal informasi dari teman yang bekerja di kepolisian bahwa pengaduan/laporan penipuan dilayani 24 jam (saya baru tahu soal ini, mirip IGD rumah sakit ya, siaga 24 jam :) ), siang itu juga, saya langsung ke Polres untuk melaporkan si penipu. Saya tidak mau menunggu lama, karena bisa saja sudah ada calon korban yang masuk dalam perangkap si penipu. Karena hari itu hari Minggu, kantor polisi relatif sepi, jadi saya tak perlu menunggu lama. Sayang, acara pelaporan tak bisa berjalan lancar karena beberapa hal.

Pertama, bukti-bukti penipuan yang saya bawa kurang lengkap. Agak mendadak juga ya perginya, jadi tidak terlalu siap. Apalagi, ini pertama kali saya melaporkan kasus penipuan. Bukti-bukti yang diperlukan antara lain bukti percakapan. Untuk yang satu ini, karena saya didelcon oleh si penipu dan saya tidak sempat menyimpan bukti percakapan, pihak kepolisian sulit untuk memproses lebih lanjut. Selain itu, bukti transfer saya juga kurang. Nominal Rp 650.000 yang hilang itu terbagi dalam dua kali transaksi. Nah, salah satu bukti transfernya hilang sehingga hanya satu yang bisa ditunjukkan. 

Kedua, karena hanya satu bukti transfer dan itu tidak sampai Rp 500.000, maka laporan saya tidak bisa diproses. Karena berdasarkan UU (lupa UU yang mana), laporan atas penipuan bisa ditindaklanjuti jika nilai kerugian minimal lima ratus ribu. Kurang dari itu, tidak bisa. Lalu, nominal kerugian yang bisa dipidanakan minimal Rp 2 juta, itu pun masuk kategori pidana ringan. Wow, baru tahu saya aturan ini.

“Pintar sekali si penipu” bisik saya geram di hati. Saya perhatikan, si penipu menjual barang yang secara umum memang di bawah Rp 500 ribu. Dengan begitu, sulit bagi korban untuk melaporkan ke pihak kepolisian karena terganjal aturan tadi. Kelihatannya seperti penipu kelas teri, menyisir uang ratusan ribu. Tapi jika dalam sebulan ada sepuluh korban, lalu aksinya sudah berjalan bertahun-tahun, nominalnya banyak juga. Saya semakin mantap untuk menindaklanjuti laporan.
Akhirnya, setelah sempat berdebat cukup lama dengan polisi di bagian kriminal, saya pulang.

Keesokan harinya, saya datang lagi dengan membawa bukti transfer yang lengkap. Dan karena hari itu hari senin, kantor polisi sangat ramai. Sungguh tidak nyaman karena saya harus membawa Bilal yang masih berumur 4 bulan. Demi....

Selain antri cukup lama, ada rasa tak enak juga selama proses pelaporan berlangsung.
“Berapa nilai kerugian Ibu?” tanya polisi yang bertugas setelah saya menceritakan maksud kedatangan saya.
“Enam ratus lima puluh Pak”
“Juta?”
“Hmmm, ribu Pak” jawaban saya seolah membuat si bapak polisi menjadi kurang antusias lagi. Di sini tak enaknya :(

Sembari mengurus berkas laporan, si bapak ‘menasehati’ saya panjang lebar. Mulai dari mahalnya perangkat teknis pelacakan cyber crime yang mahal, maraknya penipuan online yang sebagian besar tidak ada penyelesaian alias si pelaku akhirnya tidak terungkap apalagi tertangkap. Si bapak juga menasihati saya agar lebih berhati-hati saat belanja online, dan sebagainya, dan sebagainya.
Well, akhirnya selesai juga, tinggal tanda tangan. Dan huff, yang ditandatangani lumayan banyak, berlembar-lembar. Lupa saya berapa jumlah tepatnya. Oya, tidak ada biaya ya, hanya keluar beberapa ribu rupiah untuk fotocopy saja.

Setelah berada sekitar 2-3 jam di kantor polisi, saya dan Bilal melanjutkan 'laporan' ke salah satu bank plat merah, bank tempat rekening pelaku. Di bank yang gedungnya megah itu, di mana saya harus naik tangga sembari menggendong Bilal, saya sempat ‘dilempar’ ke sana kemari. Entahlah, mungkin karena nominal yang saya perkarakan hanya ratusan ribu. Padahal saya sudah ingin bilang, "Please, permudah. Saya sudah lelah....", tapi hanya di hati saja.

Setelah sempat menunggu beberapa puluh menit, dengan ekspresi agak menyesal, CS yang menerima saya berkata bahwa mereka tidak bisa memproses laporan saya karena terhalang aturan untuk menjaga kerahasiaan data nasabah. Pengajuan blokir hanya bisa dilakukan oleh instansi, bukan per orangan. Sebagai solusi, mereka menyuruh saya untuk melapor ke bank di mana rekening saya dibuka. Dan biarkan bank saya yang mengajukan proses lebih lanjut.
Sudah hampir tengah hari, saya semakin lelah. Ya, lelah fisik karena kemana-mana harus menggendong Bilal yang lumayan chubby. Belum lagi lelah perasaan, hihihi. Bilal pun semakin rewel. Tapi, mengingat si penipu akan terus beraksi dan bisa jatuh lebih banyak korban, saya menyemangati diri untuk melanjutkan laporan ke bank di mana rekening saya dibuka. Salah satu bank syariah di kota Jember.

Alhamdulillah, Mbak CS menyambut saya ramah, memproses laporan saya tanpa memandang sebelah mata atas nominal kerugian saya. Si Mbak membantu hampir semua proses administrasi yang cukup rumit, kecuali pada bagian pernyataan yang harus saya tulis tangan sendiri. Melihat Bilal yang rewel sehingga saya agak kesulitan menulis, si Mbak CS menawarkan diri untuk menggendong Bilal. Sebuah tawaran yang menyejukkan hati meski akhirnya Bilal tetap di gendongan saya.
Sembari saya menulis pernyataan yang cukup panjang (berisi kronologi penipuan), Mbak CS menelpon ke sana kemari untuk mendapatkan data asli di penipu. Penipu yang mengaku beralamat di Tangerang, ternyata rekeningnya dibuka di salah satu kota di Jawa Barat. Mbak CS pun segera menghubungi kantor cabang tempat si penipu membuka rekeningnya. Lalu diketahui bahwa rekening sudah nyaris nol saldonya. Sehingga tidak bisa dilakukan mutasi ke rekening saya.
“Maaf ya Bu, rekeningnya sudah kosong” kata Mbak CS dengan ekspresi agak sedih.
“Tidak apa-apa Mbak, setidaknya mulai sekarang dia tidak bisa menipu lagi karena rekeningnya sudah diblokir” jawab saya. Dengan nada lelah, kesal, dan entah apa lagi.

Setelah menandatangani 3 berkas bermaterai, selesai juga. Lelaaaaah, dan tidak tahu akan bagaimana akhirnya, bagaimana hasilnya. Setidaknya saya sudah berusaha. Perlahan saya mencoba kembali melupakan soal penipuan itu hingga nyaris benar-benar lupa. Sampai kira-kira sebulan kemudian sejak saya melakukan pengaduan, saya mendapati saldo saya bertambah dengan jumlah berkisar sekitar Rp 650 ribu. Setelah tanya sana-sini yang mungkin transfer ke rekening saya dan tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan, saya memutuskan pergi ke bank untuk mencari informasi. Kembali ditemui oleh Mbak CS yang sebelumnya membantu saya.
Di layar monitor si Mbak tertulis kalau memang ada transfer senilai Rp 650 ribu atas nama seorang bapak-bapak (rekening si pelaku atas nama perempuan), dengan keterangan bahwa nominal itu adalah pengembalian belanja online. Alhamdulillah.
“Bagaimana bisa dikembalikan ya Mbak?” tanya saya pada Mbak CS.
“Jadi begini Bu, setelah Ibu melaporkan aksi si pelaku, maka rekening yang bersangkutan diblokir.

Dia tidak bisa melakukan transaksi apapun. Jika ingin rekeningnya aktif kembali, maka si pemilik rekening harus datang ke bank. Nah, saat dia datang maka petugas bank meminta ybs untuk mengembalikan sejumlah uang yang dilaporkan sebagai penipuan kepada pemiliknya. Jadi ada dua opsi yang ditawarkan. Mengembalikan uang atau jika tidak mau, maka akan diproses melalui jalur hukum. Rupanya si pelaku memilih opsi pertama sehingga uang ibu kembali” begitu ceritanya.
Jadi, jangan ragu untuk melaporkan penipuan yang terjadi saat belanja online. Tidak semata untuk mengupayakan uang kita kembali, namun juga agar tidak jatuh korban lagi. Ribet memang. Tapi kejahatan harus kita hentikan.

Agar tidak mengalami proses pelaporan yang agak berbelit seperti yang saya alami di atas, ada sedikit tips antisipasi. Pertama, simpan bukti percakapan dan bukti transfer dengan baik. Bukti percakapan bisa berupa screenshot terutama yang berisi poin transaksi. Barang apa yang dibeli, berapa harga, juga percakapan yang menunjukkan kita sudah melakukan pembayaran dan sebagainya. Agar pengaduan kita bisa diproses, perlu dicatat bahwa laporan baru bisa diproses jika nominal kerugian mencapai minimal Rp 500 ribu. Bagaimana jika tidak sampai dan si pelaku ternyata terus menjalankan aksinya? Kata Pak Polisi, laporan bisa dilakukan secara kolektif dengan mengumpulkan sejumlah bukti dari orang-orang yang menjadi korban hingga mencapai nominal minimal.

Saya beruntung, uang saya kembali. Beberapa yang lain juga, kata Mbak CS. Sayangnya, banyak juga yang tetap harus kehilangan uangnya. Karena si penipu nampaknya memiliki banyak cara untuk terus menjalankan aksinya. Setidaknya dengan melaporkan ke kepolisian, lalu ke bank hingga rekening yang bersangkutan diblokir, satu rekening sudah tidak bisa lagi digunakan untuk menampung hasil curian.

Sedikit saran, jangan ragu untuk melaporkan penipuan online yang terjadi. Meski nilai kerugiannya terbilang kecil. Karena belum tentu, hanya kita yang menjadi korban. Laporkan, blokir rekeningnya. Agar tidak jatuh korban lagi.

Pernah juga sekali waktu saya mendengar penipuan yang terjadi di salah satu online shop, sebut saja mitrajual. Penipuan yang terjadi berupa barang yang tak kunjung datang setalah melakukan pemesanan. Tetapi setelah dilakukan konfirmasi dengan pihak mitrajual, memang terjadi keterlambatan pengiriman dikarenakan gangguan cuaca. Setelah 5 hari barang baru sampai dengan kondisi yang masih bagus sesuai dengan gambar barang di mitrajual. 

Oleh sebabnya saya percaya, mitrajual penipu hanyalah hoax karena sampai sekarang mitrajual tetap menjadi online shop yang terpercaya.

Finally, lebih berhati-hati saat belanja online adalah langkah antisipasi terbaik…. 

0 comments:

Post a Comment